Rabu, 01 Februari 2012

Filosofi sarung


Ini terjadi kira-kira tahun 2008, saat itu saya di antar suami ke Pasuruan naik sepeda motor untuk tes tulis di sebuah perusahaan swasta di Pasuruan.
Saat itu kami melepas lelah barang sebentar di mushola di sebuah POM di daerah Kraton Pasuruan sambil mengisi bensin sepeda motor.
Saat itu jam tangan menunjukkan pukul 08.00 WIB. Kami menemui banyak laki-laki berkendara yang masih memakai sarung.

Saya berasal dari Blitar yang di Jawa Timur di kenal dengan daerah Islam abangan.
Apa itu Islam Abangan bisa kita cari di internet.
Jadi dalam lingkungan saya tidak terbiasa ada orang yang masih memakai sarung pada pukul 06.00 WIB ke atas. Orang yang masih memakai sarung di jam segitu pasti di anggap aneh atau bahkan (--maaf) malas di daerah saya. Kecuali memang di daerah pondok pesantren.
Ada satu contoh di desa tempat saya tinggal di Blitar. Seorang tokoh agama di desa saya pada siang hari kemana-mana masih memakai sarung. Orang satu desa sudah pasti ngerasani. Di katakan seperti tidak punya pekerjaan saja siang-siang masih pakai sarung.
Hehehe....
Kemudian saya tidak pernah juga melihat orang memakai sarung di siang hari dan memakainya kemana-mana di daerah Sidoarjo, tempat saya sebelumnya tinggal.
Sangat jauh berbeda dengan di Pasuruan dimana banyak sekali kita jumpai pondok pesantren. Sehingga kehidupan sehari-hari di Pasuruan menerapkan lingkungan Pesantren pula, jadi tidaklah aneh para laki-laki memakai sarung kemana-mana. Mulai ke pasar sampai hajatan nikah, mereka dengan bangga memakai sarung.
Bagi orang luar kota pasuruan, seperti saya, ketika pertama kali ke Pasuruan pasti akan merasa aneh.

Sarung menurut kamus besar Indonesia adalah Pakaian khas Indonesia biasanya dipakai oleh laki-laki dari pinggang sampai ke batas mata kaki; pembungkus keris; dll.
Sarung sendiri adalah kain lebar yang di jahit pada kedua ujungnya sehingga membentuk tabung.
Menurut catatan sejarah, yang saya ketahui dari internet, sarung berasal dari Yaman bahkan telah menjadi pakaian tradisional Yaman.
Sarung juga telah menjadi salah satu pakaian penting dalam tradisi Islam di Indonesia. Tradisi menggunakan sarung di Tanah Air tersebar di berbagai wilayah. Biasanya digunakan oleh pria muslim untuk keperluan ibadah, upacara perkawinan maupun acara adat.
Tradisi menggunakan sarung di Indonesia boleh jadi mulai berkembang setelah masuknya ajar Islam yang dibawa para saudagar dari Arab, khususnya Yaman.
Sebenarnya di dunia Arab, sarung bukanlah pakaian yang diidentikkan untuk melakukan ibadah seperti sholat. Bahkan di Mesir sarung dianggap tidak pantas dipakai ke masjid maupun untuk keperluan menghadiri acara-acara formal dan penting lainnya. Di Mesir, sarung berfungsi sebagai baju tidur yang hanya dipakai saat di kamar tidur.

Di Indonesia, sarung menjadi salah satu pakaian kehormatan dan menunjukkan nilai kesopanan yang tinggi. Tak heran jika sebagian masyarakat Indonesia sering mengenakan sarung untuk sholat di masjid. Laki-laki mengenakan atasan baju koko dan bawahan sarung untuk sholat, begitu pula wanita mengenakan atasan mukena dan bawahan sarung untuk sholat.
 
Sebenarnya bagaimana rujukannya terhadap ajaran Islam?
Dalam Islam pakaian untuk sholat adalah pakaian yang menutup aurat dan bersih dari najis.
Untuk masalah bersih dari najis inssyaAlloh kita sudah sama-sama memahaminya. Kalaupun sedikit lupa atau kurang paham bisa kita buka kembali catatan-catatan mengenai itu atau bahkan langsung bisa kita browsing di internet.
Batas aurat laki-laki menurut jumhur ulama adalah antara pusar dan lutut.
Barang kali ada beberapa faktor yang membuat sarung begitu lekat dalam tradisi Islam di Indonesia, antara lain; sangat mudah dipakai dan simpel. Selain itu ukurannya yang panjang mudah untuk menutupi aurat dengan baik.
Sarung juga longgar dan tebal sehingga tidak menunjukkan lekuk tubuh pemakainya.

Yang jadi pertanyaan selanjutnya, apakah sarung sudah ada pada jaman Nabi ?.

Jika merujuk pada salah satu hadis, penggunaan sarung kemungkinan besar juga sudah dikenal pada zaman Nabi Muhammad SAW. Hal ini terlihat dalam sebuah Hadis Riwayat Bukhari- Muslim. Dari Sahal bin Sa’ad dikisahkan bahwa Nabi SAW pernah didatangi seorang wanita yang berkata, ”Ya Rasulullah kuserahkan diriku untukmu”. Wanita itu berdiri lama lalu berdirilah seorang laki-laki yang berkata,” Ya Rasulullah kawinkan dengan aku saja jika kamu tidak ingin menikahinya.”

Rasulullah berkata,” Punyakah kamu sesuatu untuk dijadikan mahar? Dia berkata, “Tidak kecuali hanya sarungku ini”. Lalu Rasulullah menjawab, “Bila kau berikan sarungmu itu maka kau tidak akan punya sarung lagi, carilah sesuatu.” Dia berkata, ”Aku tidak mendapatkan sesuatu pun.”

Rasulullah berkata, ”Carilah walau cincin dari besi.” Pria itu mencarinya lagi dan tidak juga mendapatkan apa-apa. Lalu Rasulullah berkata lagi, ”Apakah kamu menghafal Alquran?” Dia menjawab, ”Ya surat ini dan itu” sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. Berkatalah Rasulullah, ”Aku menikahkan kalian berdua dengan mahar
hafalan Alquranmu.” Dari riwayat tersebut, sarung sepertinya telah digunakan sejak zaman Nabi sebagai pakaian untuk menutupi aurat.
Wallahu a'lam.

( Mohon koreksinya bila ada kesalahan dan ketidaktepatan dalam tulisan ini)
[] Runa Rimawati, 2-Peb-2012